
oleh: Rahmaisya
Rafah diserang.
Jujur saja, hal ini sudah tidak membuatku kaget. Sejak awal Palestina diminta ke Rafah—yang katanya tempat paling aman saat itu—aku sudah menduga itu akal-akalan mereka saja. Kita harus menyadari bahwa zionis tidak akan pernah berhenti. Sedih? Banget. Marah? Tentunya.
Melihat zionis yang semakin hari semakin gila, rasanya aku ingin marah dan melakukan sesuatu tapi tidak tau apa. Kalian juga ngerasain itu, ngga, sih? Kesel, tapi gatau juga kita harus gimana. Ujung-ujungnya, cuma bisa nangis dan berdo’a, “Ya Allah, pokoknya adzab yang paling pedih untuk para zionis biadab itu!!”
Tapi aku sedang berusaha menarik napas panjang, tenang, dan menulis ini. Aku ingin coba mengurai, sebenernya apa sih yang bisa kita lakukan untuk Palestina?
Palestina itu Jantung Dunia.
Seperti halnya jantung, jika jantung tidak bekerja dengan baik, maka seluruh tubuh pun tidak akan bekerja dengan baik. Apalagi ketika jantung itu mati, maka tubuh pun akan ikut mati. Itulah Palestina. Ketika Palestina tidak baik-baik saja, maka dunia pun tidak baik-baik saja. Dan siapapun yang menguasai Palestina, maka dialah yang menguasai dunia.
Karena penyerangan 7 Oktober, kita semua menjadi tau bahwa begitu banyak dan besar produk-produk yang mendukung zionis. Seketika kita menyadari bahwa produk yang selama ini kita konsumsi, adalah produk yang turut berkontribusi dalam menjajah Baitul Maqdis. Apakah semua itu hanya kebetulan? Atau sekadar bentuk kerja sama biasa? Aku rasa tidak. Dan mereka tentunya tidak bekerja sama hanya akhir-akhir ini. Maka hal pertama yang bisa kita lakukan adalah boikot!
“Kalo boikot, ya boikot semuanya, dong! Boikot McD tapi kok masih pake WhatsApp, Instagram, dll buatan Meta(?)”
Astaga, pola pikir macam apa itu? Yang namanya kebaikan, ya lakukanlah semampu dan semaksimal yang kita bisa. Lebih baik boikot semampunya, daripada tidak boikot sama sekali. Ketika kita tidak bisa mem-boikot platform sosial media seperti Instagram, kita bisa menggunakannya sebagai sarana kita menyebarkan informasi mengenai Islam, Palestina, dan hal kebaikan lainnya. Apalagi sekarang telah tersedia banyak platform untuk melihat apakah suatu produk itu terafiliasi dengan Israel atau tidak. Gunakan kemudahan ini sebaik-baiknya. Percayalah, boikot itu worth it, baik untuk saudara kita di Palestina maupun untuk kita sendiri. Selain boikot, kita juga bisa melakukan aksi pembelaan Palestina yang sekarang sering diadakan. Atau bisa juga berdonasi untuk saudara kita di sana. Meskipun hal-hal yang aku sebutkan sebelumnya ini bukanlah solusi, tapi kita bisa melakukannya sebagai bentuk keberpihakan kita terhadap Palestina. Setidaknya, kalau di akhirat nanti kita ditanya, “Apa kontribusimu untuk Palestina?” kita bisa jawab lah, ya.
Nah kalau itu tadi bukan solusi, lalu solusinya apa, dong?
“Liberation of mind, before liberation of land”[3]
Merdekakan pikiran terlebih dahulu, sebelum memerdekakan tanah. Hal inilah yang disampaikan oleh Prof. Dr. Abdullah Al-Fattah El-Awaisi. “Memerdekakan pemikiran? Memangnya iya pemikiran kita sedang terjajah?” aku bertanya-tanya. Ternyata, jika kita melihat kondisi umat Islam saat ini, kita akan melihat bahwa umat Islam sedang tercerai berai. Aku sendiri baru menyadari, banyak narasi yang menggaungkan perpecahan. Contohnya, “Indonesia tuh masih banyak yang kesusahan. Urus Indonesia aja dulu. Palestina jauh, nanti ajaa” Hadehhh. Padahal Rasulullah pernah bersabda,
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan, maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam.” (HR. Muslim, no. 2586)[1]
Narasi di luar (pembahasan) Palestina pun banyak yang masih mencerai-beraikan kita. Perbedaan mazhab, perbedaan cara berdakwah, merasa lebih baik dari Muslim yang lain, dan banyak lagi.
“Palestina tidak akan merdeka, sampai umat Islam bersatu. Namun gimana mau bersatu, jika pikiran-pikiran umat muslimnya saja masih terjajah.”[2]
Maka yang harus kita lakukan sekarang adalah, yuk sama-sama menjaga persatuan itu! Meskipun ada banyak sekali perbedaan di antara kita, bagaimanapun, kita adalah saudara sesama Muslim.
Tujuan kita masih sama, kan?
Tujuan kita masih membebaskan Baitul Maqdis, kan? Maka, selama tujuan kita masih sama, aku harap, kita bisa sama-sama berjuang demi kemerdekaan itu. Gunakan semua kemampuan, ilmu, dan skill kita sebaik-baiknya untuk Islam. Yang bisa berkontribusi bukan hanya yang berbicara di atas mimbar, kok. Menjadi content creator, ilmuwan, guru, pengusaha, menjadi apapun bisa berkontribusi. Jangan pernah menyerah ya, dan jangan pernah lupa lagi!! Ketika kita mulai lelah dan putus asa, harus selalu ingat bahwa pertolongan Allah itu dekat.
Referensi
[1] https://rumaysho.com/27164-syarhus-sunnah-tak-boleh-mencela-sahabat-nabi.html
[2] https://ilhammuzakki.com/terombang-ambing-7ef48abf4ed8?gi=21b6acaa4003